Clock

PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT


Judul : PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT
link : PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT


PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT



MAKALAH
PENGANTAR KESEHATAN MASYARAKAT




 
 

Pembimbing:
Cholida Khusnul C, S.ST.Keb

DISUSUN OLEH :
Intan Ervin N.     (01415004)
Ulfi Nur Dewi      (01415011)


PRODI DIII KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA HUSADA BOJONEGORO
2014/2015
BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang


  Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.

  Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.

  Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-sama.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari Kesehatan masyarakat?
2.      Bagaimana Perkembangan Kesehatan masyarakat?
3.      Bagaimana Ruang lingkup Kesehatan masyarakat?

  
  

BAB II
PEMBAHASAN

A.    SEJARAH KESEHATAN MASYARAKAT

Membicarakan kesehatan masyarakat tidak terlepas dari dua tokoh metologi Yunani, yakni Asclepius dan Higeia. Berdasarkan cerita mitos Yunani tersebut asclepius disebutkan sebagai seorang dokter pertama yang tampan dan pandai meskipun tidak disebutkan sekolah atau pendidikan apa yang telah ditempuhnya, tetapi diceritakan bahwa ia dapat mengobati penyakit dan bahkan melakukan bedah berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical procedure) dengan baik.
Higeia, seeorang asistennya, yang kemudian diceritakan sebagai istrinya, juga telah melakukan upaya-upaya kesehatan. Beda antara Asclepius dengan Higeia dalam pendekatan/penanganan masalah kesehatan sebagai berikut: 1) Asclepius melakukan pendekatan (pengobatan penyakit) setelah penyakit tersebut terjadi pada seseorang. 2) Higeia mengajarkan kepada pengikutnya ddalam pendekatan masalah kesehatan melalui ‘hidup seimbang’, yaitu menghindari makanan/minuman beracun, makan makanan yang bergizi (baik), cukup istirahat dan melakukan olahraga. Apabila orang sudah jatuh sakit, Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya-upaya secara alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya tersebut, antara lain lebih baik dengan memperkuat tubuhnya dengan makanan yang baik, daripada dengan pengobatan.pembedahan.
Dari cerita mitos Yunani, Asclepius dan Higeia tersebut akhirnya muncul dua aliran atau pendekatan dalam menangani masalah masalah kesehatan. Kelompok atau aliran pertama cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater, praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan penyakit seperti halnya pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit. Kedalam kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat lulusan-lulusan sekolah atau institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang.
Dalam perkembangan selanjutnya, seolah-olah timbul garis pemisah antara kedua kelompok profesi, yakni pelayanan kesehatan kuratif (curative health care). Kedua pencegahan atau preventif (preventive health care). Kedua  kelompok ini dapat dilihat perbedaan pendekatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut. Pertama, pendekatan kuratif pada umumnya dilakukan terhadap sasaran secara individual, kontak terhadap sasaran (pasien) pada umumnya hanya sekali saja. Jarak antara petugas kesehatan (dokter, drg, dan sebagainya) dengan pasien atau sasaran cenderung jauh. Sedangkan penddekatan preventif, sasaran atau pasien adalah masyarakat (bukan perorangan) masalah-masalah yang ditangani pada umumnya juga masalah-masalah yang menjadi masalah masyarakat, bukan masalah individu. Hubungan antara petugas kesehatan dengan masayarakat (sasaran) lebih bersifat kemitraan, tidak seperti dokter-pasien.
Kedua, pendekatan kuratif cenderung bersifat reaktif artinya pada kelompok ini pada umumnya hanya menunggu masalah datang. Seperti dokter yang menunggu pasien datang di Puskesmas atau tempat praktek. Kalau tidak ada pasien datang berarti tidak ada masalah maka selesailah tugas mereka bahwa masalah kesehatan adalah adannya penyakit. Sedangkan kelompok preventif lebih menggunakan pendekatan proaktif, artinya tidak menunggu adanya masalah,  tetapi mencari masalah. Petugas kesehatan masyarakat tidak hanya menunggu pasien datang di kantor atau di tempat praktik mereka, tetapi harus turun ke masyarakat mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada di masyarakat, dan melakukan tindakan.
Ketiga, pendekatan kuratif cenderung melihat dan menangani klien atau pasien lebih kepada sistem biologis manusia atau pasien hanya dilihat secara partial, padahal manusia terdiri dari kesehatan bio-psikologis dan sosial, yang terlihat antara aspek satu dengan yang lainnya. Sedangkan pendekatan preventif melihat klien  sebagai mahluk yang utuh, dengan pendekatan yang holistik. Terjadinya penyakit tidak semata-mata karena terganggunya sistem biologi, individual, tetapi dalam konteks yang luas, aspek biologis, psikologis dan sosial. Dengan demikian pendekatannya pun tidak individual dan partia, tetapi harus secara menyeluruh atau holistik.



B.     PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Abad Ke-16
Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Tahun 1807
Pemerintahan Jendral Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka upaya penurunan angka kematian bayi pada waktu itu, tetapi tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih.
Tahun 1888
Berdiri pusat laboratorium kedokteran di Bandung, yang kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi dan sanitasi.
Tahun 1925
Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena tingginya angka kematian dan kesakitan.
Tahun 1927
STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi) berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia
Tahun 1930
Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan
Tahun 1935
Dilakukan program pemberantasan pes, karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi massal.
Tahun 1951
Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian diadopsi oleh WHO. Diyakini bahwa gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952
Pelatihan intensif dukun bayi dilaksanakan
Tahun 1956
Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.
Tahun 1967
Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.
Tahun 1968
Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di kotamadya/kabupaten.
Tahun 1969
Sistem Puskesmas disepakati 2 saja, yaitu tipe A (dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap Propinsi.
Tahun 1979
Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard). Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain, yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini (LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim.
Tahun 1984
Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan Diare, Immunisasi)
awal tahun 1990-an
Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

C.    KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
   Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda abad ke-16. Kesehatan  masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Kolera masuk di Indonesia tahun 1927, dan tahun 1837 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia, kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berasal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
  Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain, pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu. Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama, karena langkanya tenaga pelatih kebinaan, kemudian baru pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
  Pada tahun 1851 sekolah dokter jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepalan pelayanan kesehatan sipil dan militer, dan dokter Bleeker di Indonesia. Sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau  sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School). Pada tahun 1927 Stovia berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah dokter tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga dokter yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.
  Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo, yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. Dengan menggunakan hasil-hasil  seminar tersebut. Departemen Kesehahtan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudian dikembangkan oleh pemerntah (Departemen Kesehatan) menjadi pusat pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan  dikota madya atau kabupaten. Kegiatan pokok puskesmas mencakup:
a.       Kesehatan ibu dan anak
b.      Keluarga berencana
c.       Gizi
d.      Kesehatan lingkungan
e.       Pencegahan penyakit menular
f.       Penyuluhan kesehatan masyarakat
g.      Pengobatan
h.      Perawatan kesehatan masyarakat
i.        Usaha kesehatan gizi
j.        Usaha kesehatan sekolah
k.      Usaha kesehatan jiwa
l.        Laboratorium
m.    Pencatatan dan pelaporan.

D.    DEFINISI KESEHATAN MASYARAKAT
Sudah banyak ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masayarakat. Secara kronologis batasan-batasan kesehahtan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat  sempit sampai batasan yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas seperti berikut ini. Batasan yang paling tua,   dikatakan bahwa kesehatan adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama dengan sanitasi. Upaya memperbaiki dan meningkatkan  sanitasi lingkungan merupakan kegiatan kesehatan masyarakt. Kemudian pada akhir abad ke-18 dengan diketemukan bakteri-bakteri penyebab penyakit dan beberapa jenis imunisasi, kegiatan kesehatan masyarakat adalah pencegahan penyakit yang terjadi dalam masyarakat melalui perbaikan  sanitasi lingkungan dan pencegahan penyakit melalui imunisasi.

E.     RUANG LINGKUP KESEHATAN MASYARAKAT
Seperti disebutkan diatas bahwa kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni. Oleh sebab itu, ruang lingkup kesehatan masyarakat dapat dilihat dari dua hal tersebut. Sebagai ilmu, kesehatan masyarakat pada mulanya hanya mencakup 2 disiplin keilmuan, yakni ilmu bio-medis (medical biologi) dan ilmu-ilmu sosial. Akan  tetapi sesuai dengan perkembangan ilmu, maka disiplin ilmu yang mendasri ilmu kesehatan masyarakat pun berkembang. Sehingga sampai pada saat ini disiplin ilmu yang mendasari ilmu kesehatan masyarakat antara lain, mencakup: ilmu biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia, ilmu fisika, ilmu lingkungan, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu pendidikan, dan sebagainya.
Secara garis besar, disiplin ilmu yang menopang ilmu kesehatan masyarakat, atau sering disebut sebagai pilar utama ilmu kesehatan masyarakat ini, antara lain:
a.       Epidemiologi
b.      Biostatistik/statistik kesehatan
c.       Kesehatan lingkungan
d.      Pendidikan kesehahtan dan ilmun perilaku
e.       Administrasi kesehatan masyarakat
f.       Gizi masyarakat
g.      Kesehatan kerja.

Masalah kesehatan masyarakat adalah multi kausal maka pemecahannya harus secara multi disiplin. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau praktiknya mempunyai bentanngan yang luas. Semua kegiatan baik yang langsung maupun tidak langsung untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Misalnya: pembebrsihan lingkungan, penyediaan air bersih, pengawasan makanan, perbaikan gizi, penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat, cara pembuangan tinja, pengelolaan sampah dan air limbah, pengawasan sanitasi tempat-tempat umum, pemberantasan sarang nyamuk, lalat, kecoa, dan sebagainya.

Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu kesehahtan masyarakat antara lain:
a.       Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.
b.      Perbaikan sanitasi lingkungan.
c.       Perbaikan lingkungan pemukiman.
d.      Pemberantasan vektor.
e.       Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat.
f.       Pelayanan kesehatan ibu dan anak.
g.      Pembinaan gizi masyarakat.
h.      Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum.
i.        Pengawasan obat dan minuman.
j.        Pembinaan peran serta masyarakat, dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
   Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sudah banyak ahli kesehatan membuat batasan kesehatan masyarakat. Secara kronologis batasan-batasan kesehatan masyarakat mulai dengan batasan yang sangat sempit samapi batasan yang luas seperti yang kita anut saat ini dapat diringkas seperti berikut ini. Batasan yang paling tua, dikatakan bahwa kesehatan adalah upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah sanitasi yang mengganggu kesehatan. Dengan kata lain kesehatan masyarakat adalah sama   dengan  sanitasi. Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni.

B.     SARAN
 

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kekurangan rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah yang kami susun tersebut. Kami selaku penulis banyak berharap para pembaca sudi  memberikan kritik dan saran yang tentunya membangun kepada kami, demi mencapainya.
Semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi semua pihak untuk dapat lebih mengembangkan Ilmu Kesehatan masyarakat dan dapat pula mengerti dan paham akan larangan-larangan serta lebih bertakwa dan beriman kepada Allah SWT.






DAFTAR PUSTAKA